Rabu, 04 April 2012

Reposisi & Revitalisasi Pramuka KARENA asas kesukarelaan berubah menjadi kewajiban tanpa disertai tambahan keterampilan yang memadai, maka Gerakan Pramuka menjadi mandeg. Secara kuantitas, Pramuka pernah mengalami lonjakan yang dahsyat, namun bersama melonjaknya jumlah anggota tersebut, justru kualitasnya semakin menurun, menukik masuk ke lorong hitam. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka serta Kode Etiknya tak terbantahkan, bahwa Gerakan Pramuka mempunyai tujuan yang sangat mulia dalam membina generasi muda Indonesia yang mencintai negaranya, mencintai bangsanya. Namun yang terjadi sejak kejar target sejuta anggota, praktik gerakan ini menjadi berubah. Di sekolah-sekolah, Gerakan Pramuka berubah menjadi sekadar gerakan memakai baju Pramuka setiap hari Jumat atau Sabtu. Mereka hanya memakai baju Pramuka yang diwajibkan untuk dibeli dari sekolah. Setelah itu tanpa ada upaya menambah wawasan dan keterampilan kepramukaan. Karena memakai baju Pramuka tanpa ujian dan keterampilan, maka kebanggaan sebagai anggota Pramuka menjadi luntur, bahkan menghilang. Kemandekan gerakan Pramuka yang cukup lama itu sesungguhnya tidak menyurutkan semangat anak-anak muda untuk menjadi generasi muda yang dinamis sebagai pemandu. Karena Gerakan Pramuka menjadi tidak memiliki tantangan dan keterampilan, maka gerakan yang bertujuan mulia dalam membuna generasi muda ini menjadi kehilangan fokus gerakan di benak anak muda. Akibatnya Gerakan Pramuka tidak menjadi lagi denyut jantung anak muda. Ternyata brand image Gerakan Pramuka yang melemah itu tidak menyurutkan anak muda dalam beraktivitas yang bersifat kepramukaan. Mereka tetap dinamis dan kreatif dan mencari atau membentuk wadah-wadah baru yang dapat menyalurkan semangat jiwa mudanya secara positif. Karena kualitas pembinaan di sanggar-sanggar Pramuka terus merosot, maka keberadaan gerakan ini menjadi sekadar formalitas, sekadar menjadi pelengkap struktur di sekolah-sekolah. Karena kepala sekolah biasanya otomatis sebagai majelis pembina gugus depan. Kemandekan Pramuka yang sangat lama itu telah menyebabkan gerakan ini tidak menyadari telah kehilangan keterampilan dasarnya. Keterampilan-keterampilan dasar Gerakan Pramuka dimanfaatkan oleh aktivitas anak muda lainnya, yang dirasakan dapat memberikan jawaban akan hasrat mudanya. Keterampilan kepramukaan seperti Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) secara khusus telah dimanfaatkan oleh anggota Palang Merah Remaja (PMR), baris-berbaris dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), pengetahuan kepolisian dimanfaatkan oleh anggota Polisi Sekolah, keterampilan hidup di alam bebas telah dengan baik dimanfaatkan oleh siswa pencinta alam. Inilah yang disebut misteri kehilangan. Para pembina, instruktur dan anggota Gerakan Pramuka tidak menya dari bahwa mereka telah kehilangan keterampilan dasarnya. Reposisi dan revitalisasi Gerakan Pramuka yang tanpa keterampilan dengan brand image yang lemah, perlu segera diselamatkan dengan jalan sesegera mungkin menga dakan reposisi dan revitalisasi. Reposisi bisa berarti: 1. Penempatan kembali ke posisi semula, 2. Penataan kembali posisi yang ada, dan 3. Penempatan ke posisi yang berbeda. Karena gerakan ini sudah kehilangan fokus pembinaannya sehingga ditinggalkan para kawula muda, maka kembali ke asas dan prinsip dasar gerakan semula merupakan langkah awal yang patut dipertimbangkan. Peningkatan kemampuan pembina dan instruktur perlu ditingkatkan secara mendasar dan mendalam. Kursus-kursus pembina dan instruktur itu semestinya bukan sekadar pembinaan mental di ruang-ruang kelas seperti yang sering dilakukan selama ini. Langkah awal ini adalah jalan agar para pembina dan instruktur di sanggar-sanggar mempunyai keterampilan dasar kepramukaan yang andal dan teruji, bukan sekadar bisa tepuk Pramuka atau menyanyi Di Sana senang di Sini Senang. Karena kemahiran dan keterampilan dasar gerakan kepramukaan itu mutlak dikuasai oleh para pembina dan instruktur, maka para pembina dan instruktur itulah yang harus menjadi prioritas pembinaan dalam langkah pertama. Langkah kedua bila pembina dan instruktur sudah mahir dalam keterampilan dasar Gerakan Pramuka, maka anak-anak muda itu dilatih keterampilan-keterampilan dasar kepramukaan tersebut. Berlatih dan terus berlatih sehingga terampil dan mahir. Anggota Pramuka menjadi sempurna karena berlatih, paling tidak menjadi jauh lebih baik. Tanpa latihan yang baik, tidak akan ada keterampilan. Karena tak memiliki keterampilan, maka anggotanya tak akan mempunyai kebanggaan, malahan bisa malu berbaju Pramuka dengan tidak memiliki kemahiran. Revitalisasi gerakan Pramuka merupakan langkah yang sangat bijaksana untuk bangkit dari keterpurukan ini. Revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatan kembali. Salah satu cara untuk merevitalisasi Gerakan Pramuka agar kembali ke prinsip-prinsip dasarnya adalah dengan cara membuat strategi pembinaan yang lebih menyeluruh. Gerakan Pramuka sebaiknya cukup hanya pada tingkatan SLTA. Adanya Gerakan Pramuka di perguruan tinggi, sesungguhnya karena ketidakpahaman akan prinsip dasar gerakan ini. Ini contoh langkah yang bisa dipertimbangkan untuk dilakukan di sekolah-sekolah. Misalnya pada semester satu dan dua seluruh siswa dibekali keterampilan dasar Gerakan Pramuka, namun tidak dalam kemasan baju Pramuka, seperti: baris-berbaris, P3K, cara hidup di alam bebas, dan lain-lain sampai tingkat terampil dan mahir. Baru pada semester 3 mereka diperkenankan untuk memilih wadah mana yang akan diikutinya setelah mereka diberi keterampilan dasar tersebut. Penutup Ini adalah kejadian nyata beberapa tahun yang lalu di Ranca Upas, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Tempat berkemah ini berada di kaki Gunung Patuha yang sejuk, malah teramat dingin pada malam hari. Pada musim libur sekolah, banyak pelajar yang berkemah di sini, tak terkecuali anggota Pramuka. Saat melintas arena perkemahan itu, dengan riang para siswa ceria sesuai dengan jiwa mudanya, mengenakan celana panjang dan jaketnya yang hangat warna-warni, tahan hembusan angin dan kedap air. Kupluk pembalut kepalanya pun penuh warna dan modis, bahkan ada beberapa anak yang memakai kaos tangan. Di tempat terpisah yang tak jauh dari sana, ada anggota Pramuka dari sebuah SMA sedang mengadakan pengarahan, mereka berkumpul dalam posisi melingkar. Anggota putrinya terlihat masih memakai rok dengan baju seragamnya tanpa jaket. Padahal malam itu dinginnya bukan main. Dari contoh kecil di atas, anak muda mana yang mau malam-malam yang menggigil itu hanya memakai rok dan baju tanpa jaket? Pramuka yang seharusnya sangat paham akan keadaan alam, sehingga bisa melindungi diri dari keadaan hawa yang dingin, yang terjadi sebaliknya. Sementara siswa lainnya berkemah dengan sehat dan bergaya, anggota Pramuka tak paham, bahwa kalau udara dingin harus memakai penutup tubuh lebih rapat lagi, sehingga dapat mempertahankan diri dari dinginnya hawa, sehingga sehat selama kegiatan. Saya berpapasan dengan salah seorang pembinanya, lalu saya mengajukan usul agar peserta perkemahan, khususnya anggota putri untuk memakai celana panjang dan jaket. Jawabannya sungguh di luar perkiraan saya. ”Bapak menghina Pramuka!” katanya sambil memanggil pembina yang lainnya dan men datangi saya dengan tuduhan telah menghina Pramuka. Bulan Juli 2006 ini di Bumi Perkemahan Kiarapayung, Sumedang, Jawa Barat, akan diselenggarakan Jambore Nasional Gerakan Pramuka. Mudah-mudahan pertemuan ini menjadi ajang standaridisasi keterampilan atau kemahiran serta strategi latihan dan pembinaan. Latihan bersama anggota Pramuka dalam Jambore itu mudah-mudahan dapat mengasah keterampilan dasar kepramukaan sehingga dapat dikuasai dengan baik. Dalam Jamnas ini semoga terjadi reverberasi, aktivitas yang dapat menimbulkan gema reposisi dan revitalisasi Ge rakan Pramuka. Kalau tidak, saat pulang ke daerahnya, Pramuka tetap mengalami nasib tragis, walau pembinanya mulai lurah hingga bupati atau gubernur! Oleh T. BACHTIAR

Reposisi & Revitalisasi Pramuka

KARENA asas kesukarelaan berubah menjadi kewajiban tanpa disertai tambahan keterampilan yang memadai, maka Gerakan Pramuka menjadi mandeg. Secara kuantitas, Pramuka pernah mengalami lonjakan yang dahsyat, namun bersama melonjaknya jumlah anggota tersebut, justru kualitasnya semakin menurun, menukik masuk ke lorong hitam.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka serta Kode Etiknya tak terbantahkan, bahwa Gerakan Pramuka mempunyai tujuan yang sangat mulia dalam membina generasi muda Indonesia yang mencintai negaranya, mencintai bangsanya.
Namun yang terjadi sejak kejar target sejuta anggota, praktik gerakan ini menjadi berubah. Di sekolah-sekolah, Gerakan Pramuka berubah menjadi sekadar gerakan memakai baju Pramuka setiap hari Jumat atau Sabtu. Mereka hanya memakai baju Pramuka yang diwajibkan untuk dibeli dari sekolah. Setelah itu tanpa ada upaya menambah wawasan dan keterampilan kepramukaan. Karena memakai baju Pramuka tanpa ujian dan keterampilan, maka kebanggaan sebagai anggota Pramuka menjadi luntur, bahkan menghilang.
Kemandekan gerakan Pramuka yang cukup lama itu sesungguhnya tidak menyurutkan semangat anak-anak muda untuk menjadi generasi muda yang dinamis sebagai pemandu. Karena Gerakan Pramuka menjadi tidak memiliki tantangan dan keterampilan, maka gerakan yang bertujuan mulia dalam membuna generasi muda ini menjadi kehilangan fokus gerakan di benak anak muda. Akibatnya Gerakan Pramuka tidak menjadi lagi denyut jantung anak muda. Ternyata brand image Gerakan Pramuka yang melemah itu tidak menyurutkan anak muda dalam beraktivitas yang bersifat kepramukaan. Mereka tetap dinamis dan kreatif dan mencari atau membentuk wadah-wadah baru yang dapat menyalurkan semangat jiwa mudanya secara positif.
Karena kualitas pembinaan di sanggar-sanggar Pramuka terus merosot, maka keberadaan gerakan ini menjadi sekadar formalitas, sekadar menjadi pelengkap struktur di sekolah-sekolah. Karena kepala sekolah biasanya otomatis sebagai majelis pembina gugus depan.
Kemandekan Pramuka yang sangat lama itu telah menyebabkan gerakan ini tidak menyadari telah kehilangan keterampilan dasarnya. Keterampilan-keterampilan dasar Gerakan Pramuka dimanfaatkan oleh aktivitas anak muda lainnya, yang dirasakan dapat memberikan jawaban akan hasrat mudanya. Keterampilan kepramukaan seperti Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) secara khusus telah dimanfaatkan oleh anggota Palang Merah Remaja (PMR), baris-berbaris dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), pengetahuan kepolisian dimanfaatkan oleh anggota Polisi Sekolah, keterampilan hidup di alam bebas telah dengan baik dimanfaatkan oleh siswa pencinta alam. Inilah yang disebut misteri kehilangan. Para pembina, instruktur dan anggota Gerakan Pramuka tidak menya dari bahwa mereka telah kehilangan keterampilan dasarnya.
Reposisi dan revitalisasi
Gerakan Pramuka yang tanpa keterampilan dengan brand image yang lemah, perlu segera diselamatkan dengan jalan sesegera mungkin menga dakan reposisi dan revitalisasi. Reposisi bisa berarti: 1. Penempatan kembali ke posisi semula, 2. Penataan kembali posisi yang ada, dan 3. Penempatan ke posisi yang berbeda.
Karena gerakan ini sudah kehilangan fokus pembinaannya sehingga ditinggalkan para kawula muda, maka kembali ke asas dan prinsip dasar gerakan semula merupakan langkah awal yang patut dipertimbangkan.
Peningkatan kemampuan pembina dan instruktur perlu ditingkatkan secara mendasar dan mendalam. Kursus-kursus pembina dan instruktur itu semestinya bukan sekadar pembinaan mental di ruang-ruang kelas seperti yang sering dilakukan selama ini. Langkah awal ini adalah jalan agar para pembina dan instruktur di sanggar-sanggar mempunyai keterampilan dasar kepramukaan yang andal dan teruji, bukan sekadar bisa tepuk Pramuka atau menyanyi Di Sana senang di Sini Senang.
Karena kemahiran dan keterampilan dasar gerakan kepramukaan itu mutlak dikuasai oleh para pembina dan instruktur, maka para pembina dan instruktur itulah yang harus menjadi prioritas pembinaan dalam langkah pertama.
Langkah kedua bila pembina dan instruktur sudah mahir dalam keterampilan dasar Gerakan Pramuka, maka anak-anak muda itu dilatih keterampilan-keterampilan dasar kepramukaan tersebut.
Berlatih dan terus berlatih sehingga terampil dan mahir. Anggota Pramuka menjadi sempurna karena berlatih, paling tidak menjadi jauh lebih baik. Tanpa latihan yang baik, tidak akan ada keterampilan. Karena tak memiliki keterampilan, maka anggotanya tak akan mempunyai kebanggaan, malahan bisa malu berbaju Pramuka dengan tidak memiliki kemahiran.
Revitalisasi gerakan Pramuka merupakan langkah yang sangat bijaksana untuk bangkit dari keterpurukan ini. Revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatan kembali. Salah satu cara untuk merevitalisasi Gerakan Pramuka agar kembali ke prinsip-prinsip dasarnya adalah dengan cara membuat strategi pembinaan yang lebih menyeluruh.
Gerakan Pramuka sebaiknya cukup hanya pada tingkatan SLTA. Adanya Gerakan Pramuka di perguruan tinggi, sesungguhnya karena ketidakpahaman akan prinsip dasar gerakan ini.
Ini contoh langkah yang bisa dipertimbangkan untuk dilakukan di sekolah-sekolah. Misalnya pada semester satu dan dua seluruh siswa dibekali keterampilan dasar Gerakan Pramuka, namun tidak dalam kemasan baju Pramuka, seperti: baris-berbaris, P3K, cara hidup di alam bebas, dan lain-lain sampai tingkat terampil dan mahir. Baru pada semester 3 mereka diperkenankan untuk memilih wadah mana yang akan diikutinya setelah mereka diberi keterampilan dasar tersebut.
Penutup
Ini adalah kejadian nyata beberapa tahun yang lalu di Ranca Upas, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Tempat berkemah ini berada di kaki Gunung Patuha yang sejuk, malah teramat dingin pada malam hari. Pada musim libur sekolah, banyak pelajar yang berkemah di sini, tak terkecuali anggota Pramuka. Saat melintas arena perkemahan itu, dengan riang para siswa ceria sesuai dengan jiwa mudanya, mengenakan celana panjang dan jaketnya yang hangat warna-warni, tahan hembusan angin dan kedap air. Kupluk pembalut kepalanya pun penuh warna dan modis, bahkan ada beberapa anak yang memakai kaos tangan.
Di tempat terpisah yang tak jauh dari sana, ada anggota Pramuka dari sebuah SMA sedang mengadakan pengarahan, mereka berkumpul dalam posisi melingkar. Anggota putrinya terlihat masih memakai rok dengan baju seragamnya tanpa jaket. Padahal malam itu dinginnya bukan main. Dari contoh kecil di atas, anak muda mana yang mau malam-malam yang menggigil itu hanya memakai rok dan baju tanpa jaket?
Pramuka yang seharusnya sangat paham akan keadaan alam, sehingga bisa melindungi diri dari keadaan hawa yang dingin, yang terjadi sebaliknya. Sementara siswa lainnya berkemah dengan sehat dan bergaya, anggota Pramuka tak paham, bahwa kalau udara dingin harus memakai penutup tubuh lebih rapat lagi, sehingga dapat mempertahankan diri dari dinginnya hawa, sehingga sehat selama kegiatan.
Saya berpapasan dengan salah seorang pembinanya, lalu saya mengajukan usul agar peserta perkemahan, khususnya anggota putri untuk memakai celana panjang dan jaket. Jawabannya sungguh di luar perkiraan saya. ”Bapak menghina Pramuka!” katanya sambil memanggil pembina yang lainnya dan men datangi saya dengan tuduhan telah menghina Pramuka.
Bulan Juli 2006 ini di Bumi Perkemahan Kiarapayung, Sumedang, Jawa Barat, akan diselenggarakan Jambore Nasional Gerakan Pramuka. Mudah-mudahan pertemuan ini menjadi ajang standaridisasi keterampilan atau kemahiran serta strategi latihan dan pembinaan. Latihan bersama anggota Pramuka dalam Jambore itu mudah-mudahan dapat mengasah keterampilan dasar kepramukaan sehingga dapat dikuasai dengan baik.
Dalam Jamnas ini semoga terjadi reverberasi, aktivitas yang dapat menimbulkan gema reposisi dan revitalisasi Ge rakan Pramuka. Kalau tidak, saat pulang ke daerahnya, Pramuka tetap mengalami nasib tragis, walau pembinanya mulai lurah hingga bupati atau gubernur!
Oleh T. BACHTIAR

0 komentar:

Posting Komentar