Rabu, 04 April 2012

Mereka yang Bahagia dalam Sembunyi

Mereka yang Bahagia dalam Sembunyi

Ada sebuah kisah yang layak dikasihani tentang matahari dan bulan. Kisah tentang pertemuan yang ‘tak kunjung berujud. Tentang kerinduan yang harus dipendam. Dan dikekang takdir.
Matahari adalah cerita tentang keperkasaan. Maskulinitas yang tidak berbatas. Tentang semangat yang menggelora. Matahari adalah cerita tentang dia yang populer. Yang dipuja, dikultuskan. Tapi matahari juga adalah cerita tentang dia yang kesepian. Dia yang butuh sentuhan lembut dan perhatian. Mungkin butuh teman untuk bercerita. Atau sekedar bercermin muka.
Bulan adalah cerita tentang kelembutan. Tentang ruh feminim yang berujud bulat, lugu, lucu, dan manis. Tentang cahaya yang menenangkan. Bulan adalah cerita tentang keindahan, tentang objek tatapan mahluk-mahluk malam, tentang isi-isi puisi. Cerita tentang dia yang dirindukan oleh para pujangga. Tapi bulan juga tidak sanggup sendiri. Ia ingin punya sahabat untuk menemani, untuk melindungi, atau sekedar menyeimbangkan kelembutannya. Sahabat untuk membuat janji bersama. Membuat cerita bersama.
“Mereka layak dikasihani”, begitu mungkin kata mahluk-mahluk bumi. Karena mereka saling merindu, tapi tidak dikehendaki takdir.Matahari tidak seharusnya kesepian, bulan juga tak layak didera kerinduan. “Bulan hanya bagian kecil dari tata surya, untuk apa kau menantikannya”. “Matahari terlalu hebat den besar untukmu, sudahlah lupakan saja”. Itu kata mereka, mahluk bumi yang paling tahu. Mahluk bumi yang selalu paling pintar.
Kasihanilah, karena mereka memang layak dikasihani. Tapi percayalah, di sana matahari dan bulan dengan mesra saling bertatapan. Saling mengisi. Saling memberi dan menerima. Saling menguatkan. Mereka berkedip-kedipan. Saling menggoda. Saling beradu canda. Saling membahagia. Dan tetap, saling merindu. Dan mungkin akan selamanya seperti itu.

0 komentar:

Posting Komentar