Islamic Parenting (Usia 4-10 Tahun) Bahagian 4
Berlaku Adil Kepada Anak, Tanpa Membedakan Laki-laki atau PerempuanNabi saw bersabda, “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan berlaku adillah kalian terhadap anak-anak kalian.”
Bersikap adil itu dapat mencegah kebencian dan kedengkian. Ia juga dapat mewariskan kecintaan dan kerukunan di antara saudara dan membantu mereka agar berbakti dan mendoakan kedua orang tua. Ada sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Anas bahawa seorang lelaki sedang bertamu kepada Nabi saw kemudian anak lelakinya datang. Ia langsung mencium anak lelakinya dan mendudukkannya dia atas pahanya. Tidak lama kemudian, anak perempuannya datang dan ia menyuruhnya untuk duduk di hadapannya. Melihat hal tersebut Nabi saw bersabda, “Mengapa engkau tidak memperlakukan mereka secara adil?”
Jadi, berlaku adil di antara anak-anak itu merupakan suatu keharusan bahkan dalam persoalan ciuman.
Nu’man bin Basyir pernah datang kepada Rasulullah lalu berkata, “Sungguh, aku telah memberikan sesuatu kepada anak laki-lakiku yang dari Amarah binti Rawwahah, lalu Amarah menyuruhku untuk menghadap kepadamu agar engkau menyaksikannya, ya Rasulullah.” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau juga memberikan hal yang sama kepada anak-anakmu yang lain?” Ia menjawab, “Tidak.” Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku adillah kamu diantara anak-anakmu.” Nu’man pun mencabut kembali pemberiannya.
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahawa Nabi saw bersabda kepadanya, “Kalau demikian, janganlah engkau jadikan aku sebagai saksi kerana aku tidak mau menjadi saksi kepada kezaliman.”
Dalam riwayat Nasa`i disebutkan bahawa Nabi saw bersabda kepadanya, “ Bukankah kamu suka apabila mereka sama-sama berbakti kepadamu?” Ia menjawab, “Benar.” Rasulullah berkata, “Jika begitu, janganlah kamu lakukan.”
Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahawa Nabi saw bersabda, “Sungguh, aku tidak mau menjadi saksi atas kezaliman. Anakmu mempunyai hak atas dirimu agar kamu berlaku adil kepada mereka.”
Sudah menjadi kewajipan kepada ayah untuk berlaku adil kepada sesama anaknya dalam urusan-urusan lahiriah yang dapat dilihat dan diketahui oleh anak-anaknya bahkan dalam hal kasih sayang yang bersifat lahiriah. Adapun jika itu ada berkaitan dengan perasaan hati orang tua ada kecenderungan yang lebih kepada salah seorang daripada anak-anaknya maka sang ayah tidak berdosa dalam hal ini. Akan tetapi, kecenderungannya itu tidak seharusnya sampai diperlihatkan dalam muamalah lahiriahnya.
Hal tersebut bisa dianalogikan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah dengan menjelaskan tidak adanya dosa terhadap kecenderungan hati yang tidak sama bila dalam perasaan lahiriah telah adil, baik yang berkaitan dengan anak maupun dengan isteri.
Aisyah ra berkata, Rasulullah saw selalu membagi dengan adil dan berkata
“Ya Allah. inilah pembagianku dengan semaksimal kemampuanku. Oleh kerana itu, janganlah engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau mampu, sedangkan aku tidak mampu.” Abu Dawud mengatakan bahawa yang dimaksud adalah kemampuan hati.
Kita tahu bahawa saudara-saudara Yusuf ketika melihat kecenderungan dan kecintaan yang lebih dari ayahnya mereka kepada Yusuf, mereka merencana untuk membunuh Yusuf agar nyah dari pandangan ayahnya. Akan tetapi, hanya Allahlah yang dimintai pertolongan atas semuanya itu. Untuk itu wahai pendidik, petiklah pengajaran dari kisah ini.
Melerai Anak yang Terlibat Perkelahian
Rasulullah pernah memisahkan dua bocah yang terlibat dalam perkelahian. Beliau meluruskan pemikiran mereka dan menyerukan kepada orang-orang dewasa untuk menangkal kezaliman. Dengan bimbingan spiritual yang menerangi dan pengarahan yang tepat.
Rasulullah bersabda, “ Tidak mengapa, hendaklah seseorang itu menolong saudaranya, baik dalam keadaan berbuat aniaya maupun teraniaya, kerana sesungguhnya itulah cara menolongnya, dan jika saudaranya itu teraniaya, hendaklah ia menolongnya.”
Cegahlah pertikaian sebisa mungkin, Damaikanlah, dan tunjukkanlah bagaimana menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan bijak.
Gali Potensi Mereka
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Di antara pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman terdapat sebuah pohon yang dedaunannya tidak pernah gugur, dan itulah perumpamaan seorang muslim. Ceritakanlah kepadaku pohon apakah itu?” Orang-orang menebaknya dengan beragam pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman tersebut. Ibnu Umar berkata, ‘Dalam hatiku terbetik bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma, tetapi aku merasa malu untuk mengutarakannya (karena saat itu usiaku masih sangat muda). Selanjutnya, mereka pun menyerah dan berkata, ‘Ceritakanlah kepada kami wahai Rasulullah, pohon apakah itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah pohon kurma’.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahawa Abdullah bin Umar mengatakan, “Lalu aku ceritakan hal itu kepada Umar maka ia berkata, ‘Sesungguhnya jika kamu mengatakan pohon kurma, hal itu lebih aku sukai dari pohon itu dan pohon ini’.”
Hal ini merupakan motivasi dari Umar untuk anaknya agar ia mampu bersaing dan mampu berbicara meskipun di majlis orang-orang dewasa selama yang dikatakan menyangkut ilmu yang mereka tidak ketahui.
Bahkan Umar sendiri memberikan semangat kepada anak-anaknya untuk mengemukakan ilmu yang mereka ketahui di majlis orang-orang dewasa. Suatu hari Umar melontarkan kepada mereka, “Berkenaan dengan apakah ayat ini diturunkan?
“Apakah ada salah seorang di antara kamu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur.” (2:226)
Mereka menjawab, “Hanya Allah yang lebih mengetahui.” Umar marah dan berkata, “ Katakanlah kalian tahu atau tidak tahu!” Ibnu Abbas yang saat itu yang paling muda di antara mereka berkata, “Wahai Amirul Mukminin, dalam hatiku terdapat suatu pengetahuan tentangnya.” Umar berkata, “ Hai keponakanku, katakanlah! Janganlah kamu merendahkan dirimu.” Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini merupakan perumpamaan yang dibuat bagi menggambarkan suatu amal perbuatan.” Umar bertanya, “ Amal perbuatan apa?” Ibnu Abbas menjawab, “Ya, tentang sesuatu amal perbuatan.” Umar berkata, “ Tentang seorang lelaki hartawan yang mengamalkan ketaatan kepada Allah, lalu Allah mengirimkan setan kepadanya. Akhirnya lelaki itu mengerjakan kederhakaan sehingga merosakkan semua amal baiknya.”
Rangsang dengan Hadiah
Rasulullah pernah membariskan Abdulullah, Ubaidillah dan sejumlah anak-anak pamannya, Al Abbas, dalam suatu barisan, kemudian beliau bersabda, “Siapa yang paling dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan (hadiah) ini.” Mereka pun berlomba lari menuju tempat Rasulullah berada. Setelah mereka sampai di tempat beliau, ada yang memeluk punggung dan ada pula yang memeluk dada beliau. Rasulullah menciumi mereka semua serta menepati janji kepada mereka.
Nabi saw tidak melakukan hal tersebut selain kerana perlumbaan itu dapat mengaktifkan akal anak-anak, mengembangkan bakat, dan meningkatkan semangat mereka.
0 komentar:
Posting Komentar