21 Keping Rindu
Menatapi wajah-wajah itu, berarti
mendeklarasikan diri bahwa aku siap menitikkan air mata. Bukan karena
pola wajah mereka menyedihkan, tapi karena wajah mereka adalah laut yang
di dalamnya menyimpan sejuta harta karun kenangan. Harta karun yang
hanya bisa ditemukan dengan peta kerinduan. Sebuah peta yang dimiliki
hanya oleh para pecinta.
Ini cerita tentang dua puluh satu puzzle
kardus merah muda. Tidak terlalu besar. Berbentuk hati bila berpadu
dengan tepat. Lembutlah pasti hati yang membuatnya.
Ini cerita
tentang dua puluh satu potensi, yang mengadu nasib bersama, dan
menamakan diri mereka pahlawan. Dua puluh satu pahlawan yang merasa
sedang terpanggil oleh keadaan-keadaan yang harus diselamatkan, dan
butuh penyelamat, butuh pahlawan.
Dua puluh satu organisme bernama manusia yang merindukan kedamaian. Atau dua puluh satu jiwa damai yang saling merindu…
Siapa yang bertanggung jawab atas apa
yang kami lakukan. Bahkan mungkin ini adalah dosa terbesar. Kami, telah
menjadikan kami keluarga tanpa akad. Siapa pula yang mau menjadi
penghulu bagi dua puluh satu orang saling merindu yang ingin menjalin
diri dalam ikatan keluarga. Meski mungkin sekedar metafora. Cukuplah ada
kami, dan dinding G lantai tiga yang jadi saksi.
Ketidakmengertian telah mengajarkan kami
untuk belajar. Belajar memahami arti senyuman, atau mungkin sekedar
tatapan. Dan rindu, telah membuat proses pembelajaran kami lebih indah
dan romantis. Indah dan romantis, seperti membuat singkatan-singkatan
lucu lalu tertawa bersama, menganalogikan perut buncit dengan susu
bantal, menjadikan seorang badan besar seolah-olah dua orang yang
sedang duduk berdekatan, atau sekedar saling megungkit hobi yang aneh,
seperti: mencuci . Atau memberi hadiah ketika marah.
Sebagian dari kami adalah para penggoda
janggut. Mengidentikkan janggut dengan usia, jadilah yang janggutnya
paling lebat dianggap yang tertua. Akhirnya beliau terus menerus
didera, oleh orang-orang yang suka mendera. Padahal wanita-wanita mana
ungkin berjanggut, setua apapun mereka. Dan siapa pula yang tega mendera
wanita terus menerus. Apalagi, empat belas wanita yang ada dalam cerita
ini, adalah empat belas wanita paling anggun yang ada di dunia. Anggun
dengan versinya masing-masing. Dan sisanya, adalah tujuh pria paling
macho yang pernah terlahir ke dunia belantara ini. Tujuh pria dengan
jiwa macho yang danugrahi sifat kece di permukaan (ternyata setelah
dicari di KBBI, kece itu artinya cantik. Well, jangan marah ya).
Karakter yang beragam selalu menjadi
topik yang menarik dalam dinamika keluarga besar ini. Dia yang pendiam
adalah dia yang mudah panik, total, sekaligus baik hati. Dia yang tenang
adalah dia yang pengertian, lembut, dan melankolis. Dan masih banyak
dia-dia yang lain. Yang telah menjadi inspirasi bagi dia-dia yang
lainnya. Itulah yang membuat kami berpadu, karena kutub magnet selalu
butuh perbedaan untuk dapat menyatu. Dan aku selalu percaya sebuah
definisi metafora, bahwa ‘Dalam sebuah kata sederhana keberagaman adalah
cinta, di mana kita saling melengkapi, memberi, dan berbagi kasih
sayang’.
Kasihanilah ia yang memegang uang.
Sebagai barang paling sensitif sedunia, pemegangnya selalu menjadi objek
cibiran. Lontaran kata “pelit” atau sekedar “perhitungan banget” adalah
santapannya. Ia sadar betul bahwa ia harus mampu bertahan menanggung
cibiran, demi kelangsungan kami. Bon-bon adalah sahabatnya sehari-hari,
bahkan bon kosong sudah dianggap menjadi saudara kandung. Demi
kelestarian tugas kepahlawanan kami. Sungguh mulia. Patriotik. Ada lagi
yang lain, yang ‘tak kalah patriotik. Seorang wanita dengan bungkusan
nasi padang di tangan kanannya, kardus air mineral gelas (lebih sering
dengan merk dagang Quary) di tangan kirinya, serta karung beras di
pundaknya. Ah.. Berlebihan sekali aku. Tapi dialah memang yang menjadi
penenang perut kami apabila mulai mengaum, bisa dibilang ia adalah
pawang perut.
Kami tidak terlepas dari ia yang mudah
galau. Dari ia yang sabar memendam kesal. Ia yang mudah becek pipinya
. Ia yang rela dikunjungi rumahnya, yaitu ia yang harus bertepuk macho
untuk sekedar memanggil ojek. Rumah itu, cukup jauh memang, tapi itulah
perekat awal hati kami. Di sana, batu pertama dinasti kerinduan
didirikan.
Satu dari dua orang paling pintar dari kami pergi ke kota lain. Meninggalkan ia yang kini sendiri, dan tetap, paling pintar. Ia yang berjuang menyeleksi. Berkorban mencari juri. Dan membentuk orang-orang berprestasi. Kami juga punya malaikat. Ia adalah teduh dalam terik. Tentram dalam cekam. Menghapus gelisah membawa obat. Betadine, kassa, alkohol, hansaplast, oksigen, roti, promaag, antagin, parasetamol, dan cinta. Malaikat ini dikepalai oleh orang sakti. Ia orang Banten. ‘Tak tahu betul aku, kebalkah ia. Yang jelas, rambut gondrong ala bintang koreanya itu cukuplah membuat wanita berdegup histeris saat ia berkedip.
Satu dari dua orang paling pintar dari kami pergi ke kota lain. Meninggalkan ia yang kini sendiri, dan tetap, paling pintar. Ia yang berjuang menyeleksi. Berkorban mencari juri. Dan membentuk orang-orang berprestasi. Kami juga punya malaikat. Ia adalah teduh dalam terik. Tentram dalam cekam. Menghapus gelisah membawa obat. Betadine, kassa, alkohol, hansaplast, oksigen, roti, promaag, antagin, parasetamol, dan cinta. Malaikat ini dikepalai oleh orang sakti. Ia orang Banten. ‘Tak tahu betul aku, kebalkah ia. Yang jelas, rambut gondrong ala bintang koreanya itu cukuplah membuat wanita berdegup histeris saat ia berkedip.
Cerita tentang kami memang terlalu indah
bila aku pendam sendiri. Apalagi bila hanya jadi kenangan pribadi,
hantu yang terus menakut-nakuti. Memaksa aku ingin kembali, menoleh ke
belakang meski ‘tak berani, meniti jembatan waktu, sampai kutemui kalian
sedang duduk melingkar di sana lagi, di G lt3, atau selasar Rektorat,
atau di atas rembesan embun rumput cinta, yang membuat celana kita
lembab namun tetap nyaman.
Kenangan itu kini menggantung hati-hati
di langit-langit pikiranku. Kenangan tentang kalian. Konsep itu
menakutkan sekali. Kenangan memang menjadi potongan kehidupan yang
istimewa, tapi ia ‘tak melekat utuh lagi dalam realitas. Dan kita semua
menyadari itu. Atau mungkin sebagian dari kita belum mampu menyadarinya.
Atau belum mau.
Seberapa beragampun harmonisasi yang
mampu disusun oleh huruf, ‘tak kan bermakna tanpa jeda. Maka biarlah
jarak yang membentang di antara dua puluh satu orang ini ini, menjadi
ruang yang mampu menghidupkan api-api rindu agar tetap menyala, tetap
menerangi, dan tetap indah. Dan semenjak aku menyatakan bahwa rindu
adalah kata terindah yang pernah ada, aku menyebut dua puluh satu orang
ini kepingan-kepingan rindu.
0 komentar:
Posting Komentar