Kita (belum) Dewasa
Tidak perlulah kita saling menunjukkan ketidakdewasaan kita. Harusnya semua selesai di ujung hati. Tapi itulah masalahnya, hati kita belum dapat berpadu. Kita semua menyadari hal ini. Sampai kapan? Sampai kapan? Sampai kapan? Sampai bangunan ini kehilangan lagi bagiannya?Aku adalah bagian dari orang-orang yang tidak dewasa. Dan tulisan ini mungkin adalah bukti bahwa aku tidak dewasa. Tapi perkenankanlah aku tidak bicara tentang karakter di sini, karena seharusnya permasalahan karakter itu bisa dijawab dengan satu kata: “Dewasa”.
Orang-orang melankolis yang tidak dewasa, mereka cengeng, rapuh, mudah tersinggung, pendendam, dan cenderung egois. Tapi kedewasaan akan membuatnya menjadi begitu mandiri, peka, dan pemerhati yang baik.
Orang-orang sanguinis yang tidak dewasa, mereka asal bicara, meledak-ledak, tidak bertanggungjawab, tidak peka, tidak serius. Tapi kedewasaan membuatnya bisa menghibur sahabat-sahabatnya, menebar kebaikan, menghidupkan suasana, bahkan sangat-sangat bertanggung jawab.
Orang-orang plegmatis yang tidak dewasa adalah orang-orang yang tidak tahu diri. Tapi kedewasaan mampu membuatnya menjadi orang paling peka sedunia.
Orang-orang koleris yang tidak dewasa biasa sewenang-wenang, mau menang sendiri, merasa paling benar. Tapi kedewasaan membuat mereka memimpin dengan lapang dada, biasa mengintrospeksi diri, bahkan menjadi dangat-sangat rendah hati.
Jadi masalahnya bukanlah karaktermu apa karakterku apa? Tapi sudahkah kita dewasa???
0 komentar:
Posting Komentar